Kamis, 27 Oktober 2016

Kampung Beting : Kampung Antah Berantah

 Pernah dengar nama KAMPUNG BETING…?

Kalau belum, ini ceritanya…

Kalau Jakarta punya Kampung Ambon, Pontianak punya Kampung Beting. Mau cari narkoba jenis apa aja dikampung itu ada. Daerah yang sulit untuk dijamah oleh petugas kepolisian. Selain karakteristik daerahnya yang memang sulit untuk diterobos oleh petugas, masyarakatnya juga sangat “anti” kepada petugas kepolisian, ada apa…?.




Sudah banyak jaringan narkoba beting yang terbongkar, sudah banyak orang beting yang tertangkap narkoba, sudah banyak barang bukti yang disita, tapi Kampung Beting tetap saja seperti sekarang. Sarang Narkoba yang tidak tersentuh oleh petugas kepolisian di Pontianak.

Dalam dua dasawarsa kampung itu dikenal angker. Karena narkoba dan kriminalitas tumbuh subur di lingkungan yang sumpek dan kumuh tanpa struktur sosial. Semenjak kedatangan para bandar narkoba 1990 mereka memanfaatkan pemuda lokal dijadikan tenaga pengedar narkoba dengan imbalan lumayan besar. Rata- rata per hari para pengedar narkoba bisa memperoleh penghasilan Rp 200 ribu- 1 jutaan daripada kerja buruh bangunan atau pendayung sampan.

Beberapa warga ikut kecipratan hasil perdagangan narkoba. Para ibu-ibu juga dilibatkan membuat alat penghisap sabu- sabu atau bong sebagai mata pencaharian mereka. Para bandar juga memanfaatkan rumah warga untuk dijadikan rumah menginap tempat yang aman penyergapan polisi bagi pemakai narkoba dengan kisaran harga Rp 100-200 ribu per harinya. Dari situ mulai banyak pemuda dari luar dan dalam Beting menjadi pemakai narkoba jenis putaw. Dalam sehari lebih dari 20 orang datang ke Beting membeli narkoba jenis putaw harga satu paketnya kisaran Rp 50-70 ribu. Belum termasuk pecandu narkoba jenis ganja dan sabu- sabu. Dari hasil transaksi itu membuat para bandar layaknya “ Robin Hood.” Biasanya menjelang hari besar keagamaan sumbangan melimpah dari para bandar dibagikan kepada warga Beting.

Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Pontianak memperkirakan, dari 3000 lebih jumlah penduduk Kampung Beting, Kecamatan Pontianak Timur, setidaknya 200 diantaranya telah terjerumus dalam lingkaran penyalahgunaan narkoba.Kawasan ini dianggap sebagai salah satu kantong peredaran narkoba di Kota Pontianak. Ditambah lagi dengan stigma yang berkembang, seiring pengungkapan kasus tindak pidana narkoba, serta mapping area kawasan rawan narkoba oleh kepolisian.
Bila kita mau lihat sejarah kota Pontianak Kalimantan Barat, tidak akan pernah bisa melepaskan cerita Kampung Beting yang banyak menyimpan misteri, Meski sekarang tidak semua warga yang tahu, apakah dikarenakan ada pihak yang tidak ingin daerah ini maju dan berkembang atau sengaja ingin memendam sejarah yang memiliki ikatan erat dengan berdirinya Kota Pontianak.

Secara Etimologi dan Kamus Bahasa Indonesia yang telah di perbarui, BETING adalah Saluran Air, Benteng di tepi air. Adapun pengertian Beting adalah timbunan pasir atau lumpur yg mengendap di muara sungai atau di laut,bisa juga Beting sesuatu yang letaknya di bawah atau diatas permukaan air.

“KAMPUNG BETING” Adalah sebuah peradaban Kota Pontianak di masa lalu yang masih terjaga kelestariannya meskipun puing-puing sejarahnya tidak banyak meninggalkan bekas. Kampung tersebut dibangun diatas sungai, sehingga Speadboth dan sampan merupakan sarana penting yang digunakan untuk lalu lintas sehari-hari. Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat juga sangat menggantungkan pada transportasi air. Kampung Beting menyingkap banyak kehidupan era kesultanan Pontianak sejak berdirinya ibukota Kalimantan Barat pada tahun 1771 M.

Kampung Beting yang berlokasi di daerah pertemuan antara Sungai Kapuas dan Sungai Landak, dengan jembatan kayu yang menghubungkan dari rumah ke rumah, terlihat bagaikan lukisan yang indah. Kampung Beting adalah suatu pemandangan yang patut dilihat. Untuk melihat Kampung Beting ini, Tidak perlu merogoh kocek anda dalam-dalam karna anda dapat menggunakan sampan umum ataupun speedboat yang melintasi Sungai Kapuas.
Sebuah Ungkapan yang lazim akan kita dengar jika berada di Kalimantan Barat " Belum sampai ke Kote Pontianak,kalau belum sampai ke Beting nye" ini mencerminkan Bahwa Kampung Beting memiliki Nilai sejarah yang patut di kenang. Jika kita napak tilas Asal usul berdirinya KOTA PONTIANAK, maka pasti akan kita mendapatkan hikayat Kampung Beting meski kebaradaannya pada warga sekarang abu-abu.

Dalam Buku sejarah di ceritakan, Tentang Sejarah Kota Pontianak – Asal usul nama PONTIANAK sesuai mitos yang tersebar adalah kaitannya dengan kisah dongeng Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh HANTU KUNTILANAK ketika beliau menyusuri Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Kota pontianak oleh etnis Tionghoa Pontianak dikenal dengan nama KHUN TIEN. Kota ini juga terkenal sebagai kota khatulistiwa karena dilalui garis lintang nol derajat bumi. Di utara kota ini, tepatnya Siantan, terdapat monumen atau Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang tepat dilalui garis lintang nol derajat bumi. Menurut cerita yang berkaitan dengan Syarif Abdurrahman yang sering dihantui kuntilanak, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu kuntilanak sekaligus menandakan dimana meriam itu jatuh, maka disanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini lebih dikenal dengan KAMPUNG BETING Kecamatan Dalam Bugis Pontianak Timur atau kota Pontianak.

Tak ayal jika zaman dahulu di Kampung Beting banyak menciptakan kader-kader Ustadz, Ulama dan Penulis Kitab, Bahkan Beberapa Tokoh Ulama besar pada waktu itu, seperti ALHABIB SHOLEH AL-HADDAD (asal dari hadhramaout) beliau termasuk Guru besar ABAH MAHMUD ASSAEWAD (Ayah Penulis), USTADZ ABDULLAH ISMAIL atau lebih di kenal USTADZ DOLL sering berkunjung di Kampung Beting usai melakukan Sholat di Masjid Jami' Sulthan. Dan masih banyak lagi Para pemuka Agama dan tokoh lainnya yang tidak disebutkan kunjungannya.

Kampung itu berdiri di atas sungai yang diapit dua sungai besar, Kapuas dan Landak. Eksotisme kehidupan pinggir sungai begitu nyata di kampung ini. Transportasi sampan dahulu merupakan sarana utama untuk menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari menyeberangi sungai Kapuas. Menyusuri gertak atau jembatan kayu di pinggiran kampung beting merupakan pemandangan yang cukup menarik. Di kampung itu pula menyingkap banyak kehidupan era kesultanan Pontianak sejak berdirinya ibukota Kalimantan Barat pada tahun 1771.

Penataan kawasan Kampung Beting sebenarnya sudah lama dilakukan. Pada zaman orde baru, ketika RA Siregar menjadi Walikota Pontianak pada tahun 1960-1964 membuat kebijakan program peremajaan Beting Permai. Walikota langsung menunjuk Camat Pontianak Timur, yang ketika itu dijabat Drs Sukardi untuk membentuk tim peremajaan tersebut. Beting dianggap strategis yang aksesibilitasnya bisa ditempuh dengan jalan darat maupun sungai. 
Pada masa pergantian Walikota, program itu terhenti. Kampung Beting menjadi kumuh. Rumah-rumah padat berdiri di atas air. Jemuran diletakkan di depan rumah, di sepanjang jalan. Masyarakat selalu kesulitan mendapatkan air bersih dan banyak anak usia SD tidak sekolah. Pemerintah dianggap tidak mampu memberdayakan warga lokal dan terjadi kesenjangan status ekonomi dan sisoal warga disana. Tak heran, banyak pemuda di sana kerja serabutan. Ada yang menjadi buruh, pengamen dan mencuri.  Begitu juga dengan pertambahan penduduk. Banyak warga luar menetap di Beting. Banyak pula warga Beting yang menikah dengan pendatang. Serta membawa keluarga lainnya menetap di Beting. Berkembangnya kawasan Beting memberi dampak negatif. Banyak warganya yang terpengaruh hal negatif dari warga luar. Salah satunya narkoba.

Walikota Pontianak, Sutarmidji mulai lagi melakukan penataan kawasan kumuh dan meningkatkan perekonomian masyarakat di Beting. Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Pontianak menjalin kerjasama dengan Bank Dunia melalui program Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) dalam penanganan perumahan dan permukiman kumuh di perkotaan. Dari kerjasama itu Pemerintah Kota Pontianak mendapat bantuan anggaran program NUSSP sebesar Rp21,6 miliar. Rinciannya, Bank Dunia Rp 13 miliar. APBD Kota Pontianak Rp8,6 miliar dan swadaya masyarakat Rp590 juta.

Tercatat, tahun 2009 Pemkot Pontianak sudah merehab 408 dari 1.002 unit rumah tidak layak huni termasuk di Beting. Sasarannya, penataan permukiman kumuh di sepuluh kelurahan dari 23 kelurahan permukiman kumuh. Ada 120 titik dengan prioritas pembangunan, yakni sanitasi, jalan gang, jalan lingkungan, permukiman yang tidak layak huni, serta pembangunan sarana mandi cuci dan kakus (MCK). Tapi Kebijakan itu belum bisa menghapus stiqma di kampung Beting.
Kampung Beting yang sekarang mungkin sudah berbeda dengan Kampung Beting yang dulu dalam hal perubahan fisiknya, namun dalam hal stigma?! Tetap saja sama. Kampung Beting identik dengan Kampung Narkoba…

Masuk Kampung Beting seperti masuk kedalam suatu negeri antah berantah yang tidak tahu saya mengungkapkannya...

sampai kapan Kampung Beting seperti ini...???

Sumber : http://endriprastiono.blogspot.co.id/2013/08/kampung-beting-kampung-negeri-antah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar