Jumat, 28 Oktober 2016

GAWAI DAYAK KALIMANTAN BARAT

Gawai Dayak merupakan salah satu pesta sebagai ucapan terima kasih kepada sang Pencipta “Jubata” atas panen padi yang berlimpah, dapat melambangkan persatuan, aspirasi identitas kemakmuran serta memperkenalkan bahwa masyarakat Dayak memilki andil dalam mempersatukan bangsa Indonesia. Festival ini adalah suatu atraksi Suku Dayak asli pada saat Karnaval keliling kota, ritual, paeran, fashion show serta kontes Bujang Dare, ukiran kayu, tarian, dan berbagai permainan rakyat. Hanya dapat disaksikan di Rumah Betang Jl. Sutoyo Pontianak.
Gawai Dayak juga merupakan sebuah tradisi rutin masyarakat adat dayak yang ada di Kalimantan Barat. Gawai Dayak adalah sebuah bentuk acara rasa syukur kepada sang pencipta atas kelimpahan panen padi yang masyarakat dayak rasakan. Acara ini rutin dilakukan di setiap daerah yang ada di Kalimantan Barat, yang mana susunannya adalah pembukaan Pekan Gawai Dayak (PGD) dilaksanakan di Kota Pontianak, kemudian terus mundur ke kota-kota arah timur Kalimantan Barat.
Dalam pelaksanaan acara gawai dayak tersebut, ada sebuah ritual wajib masyarakat adat dayak yang disebut dengan ngampar bide. Ngampar Bide berasal dari bahasa suku dayak Kanayatn yang berarti bepinta (meminta) bepadah (memberitahu) kepada Jubata (Tuhan Yang Maha Esa) agar acara gawai yang dilaksanakan berjalan lancar.
Upacara ngampar bide dilaksanakan pada hari senin 19 mei 2014, tepat satu hari sebelum acara gawai dayak resmi dibuka oleh Gubernur Kalimantan Barat. Upacara ngampar bide dipimpin langsung Imam (Panyaggahat) Aan yang berasal dari Anjungan.
Untuk anda yang ingin melihat kemeriahan acara gawai dayak tahun 2014 di Kalimantan Barat, silahkan datang langsung ke Rumah Adat Dayak Betang yang beralamat di Jalan Sutoyo. Ada banyak kemeriahan yang akan disuguhkan, mulai dari Lomba Sumpit, Lomba Melukis Perisai, Lomba Memahat Patung, Lomba mengayam, dan masih banyak lagi.
Disana juga berjejer puluhan stand yang menjual berbagai pernak pernik, khas Suku Dayak Kalimantan Barat.
Telah dikemukakan Gawai Dayak adalah nama lain upacara adat syukuran pascapanen di Pontianak. Hakikatnya sama dengan Naik Dango, atau Maka‘ Dio. “Tujuannya sendiri kurang labih sama, mengadakan pesta atau selamatan atas karunia yang diberikan oleh Jubata” (Akcaya, 1997:16). Gubernur Aswin dalam Akcaya 29 April 1994:03 mengatakan, “Upacara Naik Dango merupakan ungkapan rasa syukur atas keamanan, kesehatan, dan hasil panen yang melimpah, selain berusaha mencari terobosan baru sebagai usaha meningkatkan hasil pertanian pangan”. Jadi, Gawai Dayak pada prinsipnya sama dengan Naik Dango.

“Orang Dayak paling tidak mengenal 18 tahapan upacara adat perladangan mulai dari Baburukng sampai tahap terakhir yaitu, upacara adat Naik Dango atau Ka‘ Pongo”, (1999:2). Sebelum hari H dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pelantunan mantra (nyangahathn), yang disebut matik. Tujuannya ialah memberitahukan dan mohon restu kepada Jubata bahwa besok akan dilaksanakan pesta adat. Pada hari H dilaksanakan upacara adat dengan nyangahathn di ruang tamu (sami), memanggil semangat (jiwa) padi yang belum kembali, nyangahathn di lumbung padi (baluh atau langko) untuk mengumpulkan semangat padi di tempatnya, dan nyangahatn di tempayan beras (pandarengan) tujuannya memberkati beras agar bertahan dan tidak cepat habis.
Nyangahathn dapat disebut sebagai tata cara utama ekspresi religi suku Dayak. Bahari Sinju dkk. (1996:146), berpandangan bahwa Nyangahatn adalah wujut upacara religius. Ia menjadi bagian pokok dalam setiap bentuk upacara, dengan urutan atau tahapan yang baku, kecuali bahan, jumlah roh suci, para jubata yang diundang, dan tentu saja konteksnya. Dari segi tahapannya nyangahatn terbagi menjadi (1) matik, (2) ngalantekatn, (3) mibis, dan (4) ngadap Buis. Matik bertujuan memberitahukan hajat keluarga kepada awa pama (roh leluhur) dan jubata. Ngalantekatn bertujuan permohonan agar semua keluarga yang terlibat selamat. Mibis bertujuan agar segala sesuatu (kekotoran) dilunturkan, dilarutkan, dan diterbangkan dari keluarga dan dikuburkan sebagaimana matahari terbenam ke arah barat. Terakhir adalah ngadap buis, yakni tahapan penerimaan sesajian (buis) oleh awa pama dan jubata, dengan tujuan ungkapan syukur dan memperoleh berkat atau pengudusan (penyucian) terhadap segala hal yang kurang berkenan, termasuk pemanggilan semua jiwa yang hidup (yang tersesat) agar tenang dan tenteram.
Sumber : http://wisatapontianak.com/gawai-dayak-kalimantan-barat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar