Kamis, 27 Oktober 2016

MAKAM RAJA BATU LAYANG PONTIANAK KALIMANTAN BARAT




Makam Kesultanan Pontianak di Batu Layang merupakan aset ketiga warisan Kesultanan Pontianak sesudah Istana Kadriah dan Mesjid Sultan Abdurrahman. Konon ketiga lokasi ini mempunyai letak dengan garis lurus dari istana, mesjid dan makam dari arah timur ke barat. Komplek pemakaman ini khusus bagi para Sultan Pontianak dan keluarganya dan bukan untuk umum.
Terletak dipinggir sungai Kapuas, pada masa dahulu makam ini hanya dapat dicapai dengan perahu melalui sungai. Kini makam itupun dapat dikunjungi melalui jalan darat pada sisi jalan menuju Jungkat, kira kira 200 meter dari jalan raya. Selain ramai dikunjungi para peziarah, banyak pula wisatawan mengunjungi makam ini untuk mengetahui lebih lengkap tentang riwayat para Sultan Pontianak, dengan segala bukti keberadaannya.
Pada awalnya makam ini sebagai makam Sultan Abdurrahman yang wafat pada tahun 1808. Sultan dan kerabatnya telah memilih makam mereka di pinggir sungai Kapuas didaerah Batu Layang. Tidak jelas alasan yang kuat mengapa dipilih tempat pemakaman para Sultan itu dipinggir sungai Kapuas. Kebiasaan raja-raja Jawa atau Sumatera membuat tempat pemakaman disuatu bukit atau disekitar mesjid. Mungkin Sultan Syarif Abdurrahman mempunyai makna khusus yang bernilai sejarah baginya. Pada awal kedatangannya menelusuri muara sungai Kapuas tahun 1771, ia menemukan sebuah pulau ditengah sungai yang kemudian disebut pulau Batu Layang. Ketika ia berhenti di pulau itu, disinilah ia mulai diganggu oleh para “hantu” (Kuntilanak atau Pontianak) menurut dongeng. Tetapi sesungguhnya ia telah diganggu oleh para bajak laut dan perompak yang menghalangi perjalannya memasuki muara sungai Kapuas. Lima malam lamanya ia melawan dan menembaki para bajak laut itu dan akhirnya ia berhasil mengalahkan para bajak laut dan mendarat ditempat dimana kemudian ia mendirikan kerajaan Pontianak. Ditempat awal dimana ia berhasil menghalau gangguan musuhnya bajak laut ditempat bersejarah itu pulalah ia ingin dimakamkan yaitu di komplek Batu Layang.
Mengapa di sebut “Batu Layang” belum di dapat keterangan yang jelas. Mungkin waktu Syarif Abdurrahman diganggu perompak ada batu yang dilepar melayang ke perahunya. Di depan Batu Layang terdapat sekelompok batu warna kuning yang konon selalu tumbuh dan menjadi besar.
Sampai sekarang kedelapan Sultan Pontianak dimakamkan di Batu Layang. Begitupun beberapa keluarganya, yaitu isteri, anak dan cucunya.
Makam Sultan Syarif Abdurrahman terbuat dari kayu belian bertingkat dua. Diukir dengan motif tumbuhan bersulur yang selalu ditutupi dengan kelambu berwarna terang. Makam Sultan yang sudah berusia hamper 200 tahun itu telah banyak mendapat perbaikan dan perubahan. Disampingnya terdapat makam isterinya Puteri Utin Chandramidi yang wafat tahun 1246 H atau tahun 1830.
Makam Sultan Syarif Kasim yang wafat tahun 1819 berpagar kayu dan berkelambu kuning. Disampingnya terdapat makam seorang isteri dan anaknya. Begitupun makam Sultan Syarif Usman yang wafat ahun 1860, dimakamkan bersama isteri dan keluarganya. Makam Sultan Syarif Usman dalam satu ruang berpagar khusus. Nisan para Sultan yang berbentuk gada, menunjukkan bahwa itu adalah makam seorang lelaki. Nisan keluarga perempuan bebrbentuk pipih.
Demikian pula dengan makam Sultan Hamid I, Sultan Syarif Yusuf, Sultan Syarif Muhammad, Sultan Syarif Thaha dan Sultan Hamid II dalam kelompok tersendiri. Makam Sultan Syarif Muhammad yang naik tahta tahun 1895, wafat sebagai akibat keganasan tentara pendudukan Jepang bersama dengan Sultan dan Panembahan di Kalimantan dan puluhan ribu pemuka dan rakyat Kalimantan Barat tahun 1944. la ditangkap Jepang tanggal 24 Juni 1944. Setelah disiksa. Dikuburkan dipemakaman Kristen dekat gereja Katholik ( Jl. Kartini sekarang ) Pontianak. Baru pada tahun 1945, puteranya Sultan Hamid II memindahkan jenazahnya ke pemakaman Batu Layang. Di samping makam Sultan Syarif Muhammad dimakamkan isterinya Syecha Jamilah binti Mahmud Syarwani bergelar Maha Ratu Suri yang meninggal tanggal 14 April 1977. Terdapat pula makam Syarifah Fatimah binti Syarif Muhammad bergelar Ratu Anom Bendahara.
Sultan Syarif Thaha Alkadri bin Syarif Usman bergelar Pangeran Negara wafat pada hari Kamis 27 September 1984. Disebelahnya makam isterinya Raden Ajeng Sriyati bergelar Ratu Negara yang wafat hari Sabtu 12 Juni 1982.
Sultan Hamid II yang wafat tanggal 30 Maret 1978 di Jakarta juga dimakamkan di pemakaman Batu Layang. Inilah prosesi pemakaman Sultan Pontianak terakhir. Semua upacara pemakaman para Sultan Pontianak dilakukan dengan upacara kebesaran oleh rakyat Pontianak. Kebesaran seorang Sultan dimakamkan dengan penuh upacara dengan perarakan perahu Lancang Kuning melalui sungai Kapuas.
Sumber : 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar