PONTIANAK - Permasalahan antara penjual durian di Jalan Teuku Umar, Ahmad dan seorang pembeli Rahma Dani Widya Sari dianggap selesai, Senin (21/11). Masalah harga durian yang dianggap tak wajar dan sempat heboh di dunia maya itu, telah diselesaikan secara kekeluargaan dengan saling memaafkan. Namun Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak tetap akan mengatur ulang perizinan berjualan di lokasi tersebut.
"Hari ini (kemarin) saya sudah menelepon konsumen itu (Rahma) dan minta maaf, kejadian durian dua buah seharga Rp700 ribu kami selesaikan secara kekeluargaan. Mewakili seluruh pedagang durian Jalan Teuku Umar saya pun minta maaf atas kekhilafan ini," ungkap penjual Ahmad (42 tahun) kepada Pontianak Post, Senin (21/11) kemarin.
Menurut Ahmad, bagi yang mengerti kondisi durian, apalagi belum musim seperti saat ini, tentu akan menganggap harga tersebut wajar. Ahmad menyatakan, apa yang disampaikannya sesuai fakta bahwa durian yang dijual memang jenis durian montong. Tidak ada niat untuk menipu konsumen. "Malam itu anak buah saya yang jual, saya tidak tahu juga mungkin salah komunikasi, tapi untuk harga durian jenis itu, yang dibeli konsumen saat itu harganya memang segitu," ucapnya.
Ahmad menjelaskan, durian jenis montong itu didapat dari daerah Beduai, Balai Karangan, Kabupaten Sanggau. Bukan jenis lokal, karena bibit pohonnya didatangkan dari Malaysia. "Durian dari Balai Karangan memang ada dua jenis, ada yang montong dan lokal, nah yang kemarin saya jual itu memang montong," paparnya.
Durian itu ia bawa sendiri dari daerah tersebut. Karena sekarang memang sedang tidak musim, buahnya pun sedikit, otomatis harganya mahal. "Untuk per buahnya saja modal saya bisa hampir Rp200 ribu, itu untuk ukuran yang paling besar, karena ada tiga jenis, yang kecil, sedang dan besar," katanya.
Belum lagi ditambah biaya lain-lain, mulai dari transportasi, makan minum di jalan dan menanggung buah-buah yang rusak. "Itu kan buahnya yang paling bagus, pasti dijual dengan harga paling tinggi, untuk menutupi buah lainnya yang rusak juga. Harga itu wajar sebenarnya dengan keadaan belum musim seperti sekarang," jelasnya.
Karena itu, jika produksi durian di sana sudah banyak, harganya tidak mungkin semahal itu. "Semua yang saya ceritakan ini betul, tapi ya sudahlah kami tidak mau masalah diperpanjang, kami mengalah saja agar tidak heboh lagi, jangan diperpanjang lagi lah," harapnya.
Akibat kejadian ini, Ahmad mengatakan pihaknya sudah mendapat imbauan dari Pemkot Pontianak. Yakni harus membuat surat pernyataan, permohonan izin kepada wali kota agar kembali diperbolehkan berjualan di sana. Besar harapan hal itu bisa terwujud. "Suratnya lagi dibikin salah satu koordinator kami, intinya dari surat itu kami mohon ke wali kota agar diperbolehkan lagi berjualan di sana,” pungkasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Rahma Dani Widya Sari membenarkan bahwa Ahmad telah meminta maaf. Dari kejadian ini dia berharap ada standar harga durian yang dijual. Selain lebih memudahkan, hal ini tidak akan membuat kejadian serupa terulang. “Sebagai manusia, khilaf itu ya sepertinya hal yang lumrah. Jelas jika dia minta maaf, dimaafkan. Namun saya belum dapat kejelasan dengan harga patokan standar durian mereka itu,” ucapnya.
Rahma pun meminta bukan hanya pada dirinya saja, permohonan maaf itu dihaturkan. Tapi juga pada konsumen lain, mengingat banyak pembeli bernasib serupa. “Dengan ini Pemkot dapat memberikan ruang lagi untuk para pedagang durian di Pontianak, sebagai tempat khasnya durian. Pemkot dapat memberikan pembinaan kepada penjual untuk bisa memberikan harga jual yang wajar agar tidak terjadi kembali di lain waktu," tandasnya.
Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengungkapkan, untuk sementara tidak akan mengizinkan para pedagang durian tersebut berjualan di sepanjang Jalan Teuku Umur. Alasannya, karena tidak hanya satu kejadian, melainkan sudah banyak laporan yang berkaitan dengan harga tak wajar.
Dia menyebut, seperti yang dialami rombongan Sekretariat DPR RI yang sempat berkunjung ke sana. Membeli delapan buah durian seharga Rp1.750.000. Lalu ada yang harus bayar sampai Rp2.500.000 untuk 10 durian "Dan lebih parah seakan dipaksa karena penjual main buka saja. Kemudian biasa ada yang tanya dulu dari mana konsumen itu, kalau dari luar Pontianak bisa kena (harga mahal) orang itu," jelasnya, Senin (21/11).
Midji meminta seluruh pedagang bisa menjamin hal-hal seperti itu tak terjadi lagi. Lalu bagi yang sudah mengaku, akan dilarang berjualan di sana selama enam bulan ke depan. "Mereka bisa jualan di Pasar Sentral (Pasar Mawar), karena sekarang kan lagi tidak musim juga, biar genah dulu pembinaannya," ungkapnya.
Wali Kota dua periode ini juga memastikan penjualan durian di Jalan Teuku Umar hanya untuk musiam durian saja, tidak permanen. "Pembinaan akan terus kami lakukan, mereka sudah melanggar komitmen untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan. Lagian kasihan juga jika masih mau di sana, karena tidak ada yang mau beli, orang sudah kapok," pungkasnya.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Pontianak, Haryadi S Tribowo berencana mengumpulkan seluruh pedagang durian Jalan Teuku Umar, Selasa (22/11) hari ini. Pihaknya akan duduk bersama para pedagang yang berjumlah 15 orang itu. Menggelar rapat dan membuat komitmen pernyataan bersama. "Kami selaku pembina, pengendali dan pengawas dari UMKM tetap akan terus melakukan pembinaa, hasil rapat ini akan menjadi laporan ke wali kota," katanya.
Mengenai isi dari kesepakatan yang akan dibuat, pertama terkait berjualan tidak melanggar fasilitas umum (fasum), kedua tidak membuang sampah sembarangan dan ketiga penulisan keterangan harga tiap ukuran dan jenis durian yang dijual. "Misalnya harga dari yang termurah sampai yang termahal berapa, lalu jika jenis montong pakai per kilogram berapa. Mereka bebas menentukan harga asal jelas dan transparan, sehingga konsumen tidak merasa dibohongi," imbuhnya. Untuk konsumen juga lanjut dia, harus cerdas dan kritis. Wajib bertanya dahulu sebelum membeli.
Sebenarnya menurut Haryadi tidak ada salahnya berjualan di sepanjang Jalan Teuku Umar, asal sesuai aturan tadi. Karena memang kawasan itu sudah ditetapkan sebagai kawasan berdagang durian, dengan tempat dan waktu tertentu. Pemerintah juga tidak menarik biaya retribusi. Seperti halnya berjualan buah langsat di Jalan Jenderal Urip, serta rambutan di Jalan Kom Yos Sudarso.
Untuk itu perlu ditata ulang, masih ada kemungkinan pedagang durian bisa kembali berjualan di sana. "Asal tidak menggunakan fasum, bisa bekerja sama dengan pemilik ruko atau menggunakan lahan kosong. Contoh di halaman pasar tradisioanl atau seperti di Jalan Gajah Mada yang pedagang buahnya kerja sama dengan pemilik ruko," tutupnya
Sumber : http://www.pontianakpost.co.id/midji-larang-berjualan-selama-enam-bulan-pedagang-durian-minta-maaf